News
Tax Amnesty Dipercaya Bikin Patuh Wajib Pajak
Sumber: hukumonline17 Desember 2014 | 15:34:21
Tax amnesty atau pengampunan membayar pajak dipercaya membuat patuh para wajib pajak untuk membayar pajaknya. Hal itu diutarakan Akademisi sekaligus Pengamat Pajak, Darussalam dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu (17/12). Menurutnya, pentingnya pemberian tax amnesty lantaran tingkat kepatuhan wajib pajak dari tahun ke tahun selalu menurun.
"Di beberapa negara, tax amnesty muncul karena tingkat kepatuhan wajib pajak turun," kata Darussalam.
Ia mengatakan, agar tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat, pemberian tax amnesty harus dibarengi dengan reformasi struktural di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Bukan hanya itu, usai pemberian tax amnesty, harus ada sanksi tegas jika wajib pajak tersebut kembali tak patuh.
Selain itu, tax amnesty juga dipercaya menjadi sistem alat deteksi untuk mengetahui wajib pajak mana yang tak patuh membayar pajak. "Kalau dua ini ada, wajib pajak akan sendirinya patuh. Ini pengalaman di beberapa negara dan statistik yang kami lakukan," kata Darussalam.
Ia tak menampik, isu tax amnesty bakal ditentang sejumlah orang karena dinilai ada ketidakadilan antara wajib pajak yang jujur dan yang tak jujur. Atas dasar itu, pemerintah harus memberikan justifikasi atau alasan yang tepat kenapa wajib pajak tersebut diberikan pengampunan. "Pemerintah harus bisa justifikasi kenapa wajib pajak yang tidak jujur itu diampuni," katanya.
Seiring tax amnesty diberikan, lanjut Darussalam, sistem pengawasan di Ditjen Pajak harus diperkuat dan dibarengi reformasi kelembagaan. Bukan hanya itu, sifat pemberian tax amnesty harus mendadak, tidak boleh direncanakan. Bahkan, tax amnesty seharusnya hanya diberikan satu kali saja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, menyambut baik adanya tax amnesty. Ia menyarankan agar pengampunan tersebut hanya diberikan kepada wajib pajak per orangan. "Sepakat (tax amnesty) ditujukan untuk orang pribadi, kesalahan-kesalahan yang dahulu dimaafkan," katanya.
Menurut Hariyadi, tax amnesty tersebut harus masukkan ke dalam perundang-undangan. Ia berharap, penerapan sanksi kepada wajib pajak yang memperoleh tax amnesty harus dilakukan secara hati-hati. "Sanksi harus hati-hati. Jangan digunakan semena-mena oleh otoritas," tukasnya.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia M Soebakir menilai, keberadaan pengampunan pajak harus masuk ke dalam UU. Baik ke dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) maupun perundang-undangan yang baru. Menurutnya, jika dimasukkan ke dalam revisi UU KUP, klausul pengampunan pajak itu bisa dimasukkan ke Pasal 37 B. "Ini lebih simpel daripada buat UU baru," katanya.
Menurut Soebakir, saat ini merupakan waktu yang tepat dalam memberikan pengampunan pajak tersebut. Ini dikarenakan pemerintahan sekarang tengah mendapat kepercayaan yang besar dari masyarakat. Menurutnya, pemberian pengampunan pajak bisa dilakukan kepada wajib pajak perorangan dan badan.
"Tujuan pengampunan ada tiga, hentikan penyelundupan pajak, tingkatkan kepatuhan pajak dan tingkatkan penerimaan pajak," tutur Soebakir.
Direktur Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, John Hutagaol, mengatakan perlu tidaknya tax amnesty tergantung dari kebutuhan Indonesia. Apakah pengamunan pajak tersebut ditujukan agar dana yang diparkir di luar Indonesia bisa masuk atau hanya untuk meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak perorangan yang selama ini bermasalah.
Atas dasar itu, ia menilai, perlu ada kajian yang mendalam dengan mengundang seluruh stakeholder terkait dengan usulan diadakannya tax amnesty ini. "Kalau Indonesia akan lihat tax amnesty perlu dalam konteks apa, perlu dikaji lagi. Jika (tax amnesty) tak berjalan dengan baik akan akibatkan kegagalan," kata John.
Menurutnya, tingkat kepatuhan menjadi problem yang mendasar bagi wajib pajak. Ia menilai, jika pemberian tax amnesty ini disetujui seluruh pihak, maka wajib pajak perorangan adalah pihak yang tepat untuk menerima pengampunan ini.
"Mungkin yang lebih tepat untuk orang pribadi karena perushaan bentuk vehicle dapatkan kekayaan bagi pribadi," pungkasnya.
"Di beberapa negara, tax amnesty muncul karena tingkat kepatuhan wajib pajak turun," kata Darussalam.
Ia mengatakan, agar tingkat kepatuhan wajib pajak meningkat, pemberian tax amnesty harus dibarengi dengan reformasi struktural di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Bukan hanya itu, usai pemberian tax amnesty, harus ada sanksi tegas jika wajib pajak tersebut kembali tak patuh.
Selain itu, tax amnesty juga dipercaya menjadi sistem alat deteksi untuk mengetahui wajib pajak mana yang tak patuh membayar pajak. "Kalau dua ini ada, wajib pajak akan sendirinya patuh. Ini pengalaman di beberapa negara dan statistik yang kami lakukan," kata Darussalam.
Ia tak menampik, isu tax amnesty bakal ditentang sejumlah orang karena dinilai ada ketidakadilan antara wajib pajak yang jujur dan yang tak jujur. Atas dasar itu, pemerintah harus memberikan justifikasi atau alasan yang tepat kenapa wajib pajak tersebut diberikan pengampunan. "Pemerintah harus bisa justifikasi kenapa wajib pajak yang tidak jujur itu diampuni," katanya.
Seiring tax amnesty diberikan, lanjut Darussalam, sistem pengawasan di Ditjen Pajak harus diperkuat dan dibarengi reformasi kelembagaan. Bukan hanya itu, sifat pemberian tax amnesty harus mendadak, tidak boleh direncanakan. Bahkan, tax amnesty seharusnya hanya diberikan satu kali saja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi B Sukamdani, menyambut baik adanya tax amnesty. Ia menyarankan agar pengampunan tersebut hanya diberikan kepada wajib pajak per orangan. "Sepakat (tax amnesty) ditujukan untuk orang pribadi, kesalahan-kesalahan yang dahulu dimaafkan," katanya.
Menurut Hariyadi, tax amnesty tersebut harus masukkan ke dalam perundang-undangan. Ia berharap, penerapan sanksi kepada wajib pajak yang memperoleh tax amnesty harus dilakukan secara hati-hati. "Sanksi harus hati-hati. Jangan digunakan semena-mena oleh otoritas," tukasnya.
Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia M Soebakir menilai, keberadaan pengampunan pajak harus masuk ke dalam UU. Baik ke dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) maupun perundang-undangan yang baru. Menurutnya, jika dimasukkan ke dalam revisi UU KUP, klausul pengampunan pajak itu bisa dimasukkan ke Pasal 37 B. "Ini lebih simpel daripada buat UU baru," katanya.
Menurut Soebakir, saat ini merupakan waktu yang tepat dalam memberikan pengampunan pajak tersebut. Ini dikarenakan pemerintahan sekarang tengah mendapat kepercayaan yang besar dari masyarakat. Menurutnya, pemberian pengampunan pajak bisa dilakukan kepada wajib pajak perorangan dan badan.
"Tujuan pengampunan ada tiga, hentikan penyelundupan pajak, tingkatkan kepatuhan pajak dan tingkatkan penerimaan pajak," tutur Soebakir.
Direktur Peraturan Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, John Hutagaol, mengatakan perlu tidaknya tax amnesty tergantung dari kebutuhan Indonesia. Apakah pengamunan pajak tersebut ditujukan agar dana yang diparkir di luar Indonesia bisa masuk atau hanya untuk meningkatkan kepatuhan bagi wajib pajak perorangan yang selama ini bermasalah.
Atas dasar itu, ia menilai, perlu ada kajian yang mendalam dengan mengundang seluruh stakeholder terkait dengan usulan diadakannya tax amnesty ini. "Kalau Indonesia akan lihat tax amnesty perlu dalam konteks apa, perlu dikaji lagi. Jika (tax amnesty) tak berjalan dengan baik akan akibatkan kegagalan," kata John.
Menurutnya, tingkat kepatuhan menjadi problem yang mendasar bagi wajib pajak. Ia menilai, jika pemberian tax amnesty ini disetujui seluruh pihak, maka wajib pajak perorangan adalah pihak yang tepat untuk menerima pengampunan ini.
"Mungkin yang lebih tepat untuk orang pribadi karena perushaan bentuk vehicle dapatkan kekayaan bagi pribadi," pungkasnya.