News
Serangan ke Charlie Hebdo, Media Prancis Liar
Sumber: empo.co09 Januari 2015 | 12:00:58
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat terorisme dari Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, menilai kebebasan pers di Prancis terlalu liar, sehingga menyebabkan penyerangan kantor media Charlie Hebdo dan penembakan terhadap anggota redaksinya.
"Padahal sudah ada ancaman pembunuhan sebelumnya, tapi seperti tidak digubris," kata Taufik saat dihubungi Tempo, Kamis, 8 Januari 2015. (Baca: Diteror,Charlie Hebdo Akan Terbit 1 Juta Eksemplar)
Penembakan terjadi di kantor Charlie Hebdo. Penembakan terjadi setelah majalah mingguan satire Prancis itu mencuit tentang karikatur pemimpin kelompok militan Negara Islam (IS/ISIS), Abu Bakr al-Baghdadi. Penyerangan dilakukan saat para tim editorial utama melakukan pertemuan untuk perencanaan mingguan.
Sebanyak 12 orang dikabarkan tewas akibat tembakan itu, termasuk Direktur Penerbitan Charlie Hebdo Charb serta kartunis terkenal Prancis: Cabu, Tignous, dan Wolinski. (Baca: Muslim Ini Tewas Akibat Serangan ke Charlie Hebdo)
Menurut Taufik, Charlie Hebdo sudah berulang kali memuat karikatur kontroversial, terutama tentang Nabi Muhammad SAW dan tokoh IS. Berbagai ancaman tampak tak menyurutkan majalah tersebut membenahi gaya berekspresinya melalui karikatur.
Taufik berpendapat, negara-negara di Eropa kebanyakan mengalami kegagalan akulturasi. "Perbedaan kelas horizontal sangat terlihat seperti ada jurang pemisah," tuturTaufik. (Baca: 4 Kartunis Nyentrik Korban Serangan Charlie Hebdo)
Lain halnya di Indonesia. Kebebasan pers Indonesia masih menganut kode etik jurnalistik yang mempunyai batasan-batasan tertentu. Dan, bila ada pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan, media Indonesia membuka ruang terbuka untuk menerima kritik. Mereka pun segera akan membenahinya.
"Sehingga tidak menimbulkan kebencian, penyerangan, bahkan sampai pembunuhan. Kompromi di Indonesia masih sangat sehat," ujar Taufik.
DEWI SUCI RAHAYU
"Padahal sudah ada ancaman pembunuhan sebelumnya, tapi seperti tidak digubris," kata Taufik saat dihubungi Tempo, Kamis, 8 Januari 2015. (Baca: Diteror,Charlie Hebdo Akan Terbit 1 Juta Eksemplar)
Penembakan terjadi di kantor Charlie Hebdo. Penembakan terjadi setelah majalah mingguan satire Prancis itu mencuit tentang karikatur pemimpin kelompok militan Negara Islam (IS/ISIS), Abu Bakr al-Baghdadi. Penyerangan dilakukan saat para tim editorial utama melakukan pertemuan untuk perencanaan mingguan.
Sebanyak 12 orang dikabarkan tewas akibat tembakan itu, termasuk Direktur Penerbitan Charlie Hebdo Charb serta kartunis terkenal Prancis: Cabu, Tignous, dan Wolinski. (Baca: Muslim Ini Tewas Akibat Serangan ke Charlie Hebdo)
Menurut Taufik, Charlie Hebdo sudah berulang kali memuat karikatur kontroversial, terutama tentang Nabi Muhammad SAW dan tokoh IS. Berbagai ancaman tampak tak menyurutkan majalah tersebut membenahi gaya berekspresinya melalui karikatur.
Taufik berpendapat, negara-negara di Eropa kebanyakan mengalami kegagalan akulturasi. "Perbedaan kelas horizontal sangat terlihat seperti ada jurang pemisah," tuturTaufik. (Baca: 4 Kartunis Nyentrik Korban Serangan Charlie Hebdo)
Lain halnya di Indonesia. Kebebasan pers Indonesia masih menganut kode etik jurnalistik yang mempunyai batasan-batasan tertentu. Dan, bila ada pihak yang merasa dirugikan atas pemberitaan, media Indonesia membuka ruang terbuka untuk menerima kritik. Mereka pun segera akan membenahinya.
"Sehingga tidak menimbulkan kebencian, penyerangan, bahkan sampai pembunuhan. Kompromi di Indonesia masih sangat sehat," ujar Taufik.
DEWI SUCI RAHAYU