News
Andi Mattalatta Blak-blakan tentang Mahkamah Partai Golkar
Sumber: tempo.co22 Maret 2015 | 15:16:11
TEMPO.CO, Jakarta - Putusan Mahkamah Partai Golkar tentang kepengurusan ganda di Partai Golkar lebih kuat merujuk pada argumentasi yang disusun oleh Andi Mattalatta. Kepada Tempo, Andi Mattalatta bicara blak-blakan ihwal putusan Mahkamah Partai Golkar ini. Ia juga bercerita kisah di balik lahirnya putusan ini. “Saya cerita banyak, tapi maaf jangan diberitakan. Sebab saya anggota mahkamah. Hakim harus adil. Ada soal etik di sana,” kata Andi Mattalatta di Kalibata, Jakarta, Kamis 19 Maret 2015.
Memang, Mahkamah Partai Golkar membuat putusan yang kontroversial. Putusan itu menyatakan condong memenangkan kepengurusan hasil Musyawarah Nasional Ancol yang diketuai Agung Laksono. Alasannya, dua anggota Mahkamah memenangkan kubu Agung, sedang dua lainnya memilih tak menyimpulkan keabsahan salah satu kubu. Logika hukum seperti inilah yang membuat Golkar kubu Aburizal Bakrie blingsatan.
Ketua Mahkamah Muladi mengatakan dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara anggota, maka Mahkamah tak memberikan pendapat akhir terkait gugatan yang dilayangkan kubu Agung Laksono. "Mahkamah melihat kedua kubu belum memiliki itikad untuk berdamai," kata Muladi.
Dalam putusannya, Muladi dan Natabaya memilih tidak berpendapat. Alasannya saat ini kubu Aburizal Bakrie tengah mengajukan upaya hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Permohonan kasasi yang diajukan pada 2 Maret 2015 merupakan respon atas putusan pengadilan yang menolak memperkarakan gugatan Aburizal yang menggugat kepengurusan Agung Laksono. "Kami berpendapat pihak termohon (kubu Aburizal) telah mengambil sikap menyelesaikan perselisihan tanpa harus melalui Mahkamah Partai," kata Muladi dalam amar putusan.|
Muladi dan Natabaya memilih hanya memberikan rekomendasi pada kedua kubu yang tengah bertikai. Rekomendasi itu antara lain rehabilitasi terhadap yang dipecat, apresiasi yang kalah dalam kepengurusan dan meminta pihak yang kalah berjanji tak akan membentuk partai baru.
Dua anggota mahkamah lainnya, Andi Mattalatta dan Djasri Marin dengan tegas memenangkan kubu Agung Laksono. Dalam pertimbangannya Djasri dan Andi mengatakan pelaksanaan Munas Bali yang memenangkan Aburizal Bakrie tak berjalan Demokratis. Karena itu Andi dan Djasri kompak menerima kepengurusan hasil Munas Ancol dan meminta Mahkamah Partai memantau proses konsolidasi pelaksanaan Munas yang digelar paling lama Oktober 2016.
Andi Mattalatta mengatakan, putusan ini memberi waktu kepada dua kepengurusan Golkar untuk islah. Ia menyatakan, kedua pengurusan memiliki kelemahan dan kelebihan. Ia juga memahami peta orang-orang dan permasalahannya, baik yang ada di kepengurusan Agung maupun Ical. Ia merujuk sejumlah nama bermasalah. Ia juga mengungkapkan ujaran-jaran dengan kalimat tak sedap yang ditujukan kepada kader Golkar yang ada di dua kepengurusan tersebut.
Andi menampik tudingan putusan ini menguntungkan partai Golkar. Ia juga menyatakan tidak ada pengaruh dari Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam mengambil putusan. Selain sesama berasal dari Sulawesi Selatan, Andi juga pernah disodorkan oleh Jusuf Kalla ketika menjadi Wakil Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi menteri hukum dan HAM. Tapi Andi menyatakan bahawa dalam mengambil putusan ia memastikan independen. “Putusan ini adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan Partai Golkar,” kata Andi.
Menyusul putusan Mahkamah itu, terbit surat Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly yang memutuskan mengesahkan kepengurusan Partai Golkar yang diketuai Agung Laksono. Keputusan itu disebut Yasonna sebagai keputusan yang berat. Yasonna memutuskan menerima amar putusan Mahkamah Partai Golkar nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015 nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015 dan nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015. Mahkamah Partai mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Dualisme Golkar bermula dari kembali majunya Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum partai. Dalam munas yang berlangsung di Bali pada Desember lalu, Aburizal terpilih kembali sebagai ketua. Hasil ini diprotes sebagian kader yang kemudian membuat munas tandingan di Ancol. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam munas tersebut.
SUNUDYANTORO | IRA GUSLINA | MOYANG KASIH DEWIMERDEKA
Memang, Mahkamah Partai Golkar membuat putusan yang kontroversial. Putusan itu menyatakan condong memenangkan kepengurusan hasil Musyawarah Nasional Ancol yang diketuai Agung Laksono. Alasannya, dua anggota Mahkamah memenangkan kubu Agung, sedang dua lainnya memilih tak menyimpulkan keabsahan salah satu kubu. Logika hukum seperti inilah yang membuat Golkar kubu Aburizal Bakrie blingsatan.
Ketua Mahkamah Muladi mengatakan dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara anggota, maka Mahkamah tak memberikan pendapat akhir terkait gugatan yang dilayangkan kubu Agung Laksono. "Mahkamah melihat kedua kubu belum memiliki itikad untuk berdamai," kata Muladi.
Dalam putusannya, Muladi dan Natabaya memilih tidak berpendapat. Alasannya saat ini kubu Aburizal Bakrie tengah mengajukan upaya hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Permohonan kasasi yang diajukan pada 2 Maret 2015 merupakan respon atas putusan pengadilan yang menolak memperkarakan gugatan Aburizal yang menggugat kepengurusan Agung Laksono. "Kami berpendapat pihak termohon (kubu Aburizal) telah mengambil sikap menyelesaikan perselisihan tanpa harus melalui Mahkamah Partai," kata Muladi dalam amar putusan.|
Muladi dan Natabaya memilih hanya memberikan rekomendasi pada kedua kubu yang tengah bertikai. Rekomendasi itu antara lain rehabilitasi terhadap yang dipecat, apresiasi yang kalah dalam kepengurusan dan meminta pihak yang kalah berjanji tak akan membentuk partai baru.
Dua anggota mahkamah lainnya, Andi Mattalatta dan Djasri Marin dengan tegas memenangkan kubu Agung Laksono. Dalam pertimbangannya Djasri dan Andi mengatakan pelaksanaan Munas Bali yang memenangkan Aburizal Bakrie tak berjalan Demokratis. Karena itu Andi dan Djasri kompak menerima kepengurusan hasil Munas Ancol dan meminta Mahkamah Partai memantau proses konsolidasi pelaksanaan Munas yang digelar paling lama Oktober 2016.
Andi Mattalatta mengatakan, putusan ini memberi waktu kepada dua kepengurusan Golkar untuk islah. Ia menyatakan, kedua pengurusan memiliki kelemahan dan kelebihan. Ia juga memahami peta orang-orang dan permasalahannya, baik yang ada di kepengurusan Agung maupun Ical. Ia merujuk sejumlah nama bermasalah. Ia juga mengungkapkan ujaran-jaran dengan kalimat tak sedap yang ditujukan kepada kader Golkar yang ada di dua kepengurusan tersebut.
Andi menampik tudingan putusan ini menguntungkan partai Golkar. Ia juga menyatakan tidak ada pengaruh dari Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam mengambil putusan. Selain sesama berasal dari Sulawesi Selatan, Andi juga pernah disodorkan oleh Jusuf Kalla ketika menjadi Wakil Presiden di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi menteri hukum dan HAM. Tapi Andi menyatakan bahawa dalam mengambil putusan ia memastikan independen. “Putusan ini adalah jalan terbaik untuk menyelamatkan Partai Golkar,” kata Andi.
Menyusul putusan Mahkamah itu, terbit surat Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly yang memutuskan mengesahkan kepengurusan Partai Golkar yang diketuai Agung Laksono. Keputusan itu disebut Yasonna sebagai keputusan yang berat. Yasonna memutuskan menerima amar putusan Mahkamah Partai Golkar nomor 01/P1-GOLKAR/III/2015 nomor 02/P1-GOLKAR/III/2015 dan nomor 03/P1-GOLKAR/III/2015. Mahkamah Partai mengabulkan untuk menerima kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol secara selektif di bawah kepemimpinan Agung Laksono.
Dualisme Golkar bermula dari kembali majunya Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum partai. Dalam munas yang berlangsung di Bali pada Desember lalu, Aburizal terpilih kembali sebagai ketua. Hasil ini diprotes sebagian kader yang kemudian membuat munas tandingan di Ancol. Agung Laksono terpilih sebagai ketua umum dalam munas tersebut.
SUNUDYANTORO | IRA GUSLINA | MOYANG KASIH DEWIMERDEKA