News
SE Cegah Kriminalisasi Penyerapan Anggaran Telah Didistribusi
Sumber: hukumonline.com04 September 2015 | 15:56:51
Pemerintah melalui Sekretariat Kabinet (Setkab) telah mengirimkan surat edaran (SE) kepada para kepala daerah di seluruh tanah air. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, SE tersebut bertujuan untuk mendorong percepatan penyerapan di daerah-daerah.
Sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab, SE tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan antara Presiden, Wakil Presiden, Menteri Dalam Negeri, Ketua KPK, para Gubernur, Kapolda dan Kejaksaan Tinggi (Kajati) beberapa waktu lalu. Dalam SE itu, lanjut Pramono, ada sejumlah klausul dari arahan Presiden Jokowi.
Pertama, SE itu menyebutkan bahwa pelanggaran yang bersifat administratif tidak bisa dipidanakan. Kedua, hal yang bersifat kebijakan juga tidak bisa dipidanakan. Dan ketiga, apabila Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pemeriksaan kepada daerah, UU mengatur ada batas toleransi 60 hari. Apabila belum 60 hari, maka aparat penegak hukum tidak boleh masuk.
Bahkan, Pramono mengatakan, ketiga hal yang diatur dalam SE tersebut juga akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Tujuannya agar menumbuhkan kepastian dan kenyamanan bagi daerah dalam mengoptimalkan penyerapan anggaran. Ia mengatakan, PP tersebut tengah dalam tahap sinkronisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
“Nafasnya kurang lebih sama, tidak boleh ada kriminalisasi kepada kepala daerah maupun aparatnya yang sedang membangun,” kata Pramono kepada wartawan seusai menjadi narasumber dalam Forum Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), di Jakarta, Kamis (3/9).
Ia menyampaikan, hingga akhir Juli 2015 ini, belanja modal daerah rata-rata baru mencapai 20 persen. Sementara jumlah dana yang ditransfer pemerintah pusat ke daerah hingga Juli yang belum terserap mencapai Rp273 triliun. “Artinya apa? Uang itu tidak digunakan oleh daerah untuk membangun,” tegasnya.
Agar penyerapan anggaran dapat berjalan optimal, lanjut Pramono, terdapat pemberian reward and punishment bagi daerah yang serapan anggarannya tidak berjalan maksimal. Pemberian reward and punishment itu akan diumumkan jauh-jauh hari sebelumnya. Tujuannya agar daerah tersebut dapat bersiap-siap saat reward and punishment itu berlaku.
Ia mengaku tengah merumuskan sistem reward and punishment bagi daerah terkait serapan anggaran tersebut. Bagi daerah yang memperoleh reward rencananya akan mendapatkan insentif yang disesuaikan denganpersentase serapan di daerah. Jika serapannya 80 persen ke atas, maka insentif yang diperoleh daerah tersebut 100 persen atau Rp100 miliar.
Sedangkan bagi daerah yang serapan anggarannya betul-betul rendah, maka dana alokasi khusus (DAK) daerah tersebut pada tahun berikutnya tidak diberikan. Pramono menjelaskan alasan kenapa reward and punishment itu diberikan kepada daerah, bukan kepala daerah.
Padahal, dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa sanksi penyerapan anggaran diberikan kepada kepala daerah. Alasan pemberian sanksi kepada daerah, lanjut Pramono, lantaran penyerapan anggaran itu merupakan wewenang institusi bukan personal kepala daerah.
“Sehingga dengan demikian instrumen ini yang akan digunakan untuk mengukur mereka. Saya yakinlah kalau kita ini begitu dikasih pagar-pagar, saya yakin mereka akan bekerja lebih baik,” kata Pramono.
Sebelumnya, rencana penerbitan SE ini memicu beragam kritikan. Salah satunya dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Ia menilai, SE terkait dengan kebijakan kepala daerah yang tak dapat dipidana itu sebagai jalan pintas. Atas dasar itu, ia meminta Presiden Jokowi melalui timnya untuk melakukan kajian komprehensif terlebih dahulu sebelum membuat kebijakan yang justru bisa membuat masalah baru itu.