News

Kritik pada Aparat Keamanan yang Intimidasi Jurnalis di GBK

Sumber: detik.com
19 Oktober 2015 | 00:07:41

Jakarta - Ucapan terima kasih pantas diberikan pada seluruh aparat keamanan yang bekerja keras mengamankan final piala presiden. Sejak pagi hingga malam, petugas mencegah kericuhan di GBK, Senayan.

Namun, dalam kerja ini ada kritik yang dilancarkan. Organisasi jurnalis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Poros Wartawan Jakarta (PWJ) mengecam ulah oknum aparat keamanan yang melarang para jurnalis untuk mengambil gambar dan video saat sejumlah anggota Kepolisian dan TNI mengusir dan memukuli para suporter yang diduga anggota The Jakmania di stadion tempat berlangsungnya pertandingan final Piala Presiden.

"Jurnalis yang diintimidasi dan dipaksa menghapus foto dan video, antara lain, Muhammad Subadri Arifqi, koresponden SCTV-Indosiar, Faiq Hidayat (Merdeka.com), Reza Fajri (Viva.co.id), Kemal Maulana (Aktual.com), dan Nur Habibie (Suara.com). Beberapa jurnalis media lainnya juga mengalami perlakuan serupa," terang Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim dalam keterangan yang disampaikan ke wartawan, Minggu (18/10/2015).

Menurut Nurhasim, para jurnalis dilindungi oleh undang-undang saat menjalankan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Dari proses peliputan sampai sampai pemuatan atau penyiaran berita dilindungi oleh undang-undang.

"Tindakan aparat keamanan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pers. Pasal 8 menegaskan bahwa dalam melaksanakan profesinya, jurnalis mendapat perlindungan hukum. Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Dalam sistem demokrasi, pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, dan kontrol sosial," urai Nurhasim.

Menurut Nurhasim, tindakan aparat keamanan dari Kepolisian dan TNI yang mengintimidasi sejumlah jurnalis peliput pertandingan final Piala Presiden. Tindakan aparat menghapus gambar dan video dan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik para jurnalis adalah tindakan melawan hukum dan bertentangan dengan UU Pers. Mendesak Kepolisian dan TNI untuk untuk menindak tegas dan menghukum anggotanya yang telah mengintimidasi, menghapus gambar dan video serta menghalangi-halangi jurnalis yang melaksanakan tugas
jurnalistik.

"Mendesak aparat Kepolisian dan TNI untuk mentaati UU Pers dengan cara tidak melakukan intimidasi dan menghalang-halangi kegiatan jurnalistik para jurnalis," tutur Nurhasim.

Hal senada disampaikan Ketua Umum PWJ, Tri Wibowo Santoso, yang mengatakan, merujuk pada UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, dijelaskan bahwa siapa-pun tak boleh menghalang-halangi kegiatan jurnalis.  Selain itu, perlakuan aparat keamanan terhadap dua jurnalis yang hendak melakukan peliputan Final Piala Presiden juga telah melanggar Pasal 335 KUHP, mengenai perbuatan tidak menyenangkan.

"Melarang jurnalis meliput sama dengan melanggar UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Untuk pelanggaran terhadap UU Pers ini, setiap orang yang menghambat atau menghalangi bisa dipidana paling lama dua tahun," ujar Bowo, panggilan akrab Ketua Umum PWJ, dalam keterangan pers.

Sebagai aparat penegak hukum, Bowo berpendapat, pihak Kepolisian seharusnya memahami peraturan hukum yang berlaku.

"Penegak hukum kok gak tahu hukum. Bagaimana mau menegakkan hukum?" sesal Bowo.
(fiq/dra)